BUDAYA KESELAMATAN RUMAH SAKIT

BUDAYA KESELAMATAN RUMAH SAKIT

Direksi RSUP Dr. Sitanala Tangerang menerapkan, memantau dan mengambil tindakan serta mendukung Budaya Keselamatan di seluruh area RSUP Dr. Sitanala Tangerang.

Budaya Keselamatan di rumah sakit merupakan suatu lingkungan kolaboratif di mana para dokter saling menghargai satu sama lain, para pimpinan mendorong kerja sama tim yang efektif dan menciptakan rasa aman secara psikologis serta anggota tim dapat belajar dari insiden keselamatan pasien, para pemberi layanan menyadari bahwa ada keterbatasan manusia yang bekerja dalam suatu sistem yang kompleks dan terdapat suatu proses pembelajaran serta upaya untuk mendorong perbaikan.

Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola perilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen terhadap, serta kemampuan mengelola pelayanan kesehatan maupun keselamatan

Keselamatan dan mutu berkembang dalam suatu lingkungan yang membutuhkan kerja sama dan rasa hormat satu sama lain, tanpa memandang jabatannya. Pimpinan rumah sakit menunjukkan komitmennya mendorong terciptanya budaya keselamatan tidak mengintimidasi dan atau mempengaruhi staf dalam memberikan pelayanan kepada pasien

Direksi RSUP Dr. Sitanala Tangerang menunjukkan komitmennya mendorong terciptanya budaya keselamatan dengan tidak mengintimidasi dan atau mempengaruhi staf dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Selain itu Pimpinan rumah sakit juga mendorong staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan mendukung proses kolaborasi interprofesional dalam asuhan berfokus pada pasien.

Direktur Utama RSUP Dr. Sitanala menetapkan Program Budaya Keselamatan di rumah sakit yang mencakup:

1.      Perilaku memberikan pelayanan yang aman secara konsisten untuk mencegah terjadinya kesalahan pada pelayanan berisiko tinggi.

2.      Perilaku di mana para individu dapat melaporkan kesalahan dan insiden tanpa takut dikenakan sanksi atau teguran dan diperlakuan secara adil (just culture)

3.      Kerja sama tim dan koordinasi untuk menyelesaikan masalah keselamatan pasien.

4.      Komitmen pimpinan rumah sakit dalam mendukung staf seperti waktu kerja para staf, pendidikan, metode yang aman untuk melaporkan masalah dan hal lainnya untuk menyelesaikan masalah keselamatan.

5.      Identifikasi dan mengenali masalah akibat perilaku yang tidak diinginkan (perilaku sembrono).

6.      Evaluasi budaya secara berkala dengan metode seperti kelompok fokus diskusi (FGD), wawancara dengan staf, dan analisis data.

7.      Mendorong kerja sama dan membangun sistem, dalam mengembangkan budaya perilaku yang aman.

8.      Menanggapi perilaku yang tidak diinginkan pada semua staf pada semua jenjang di rumah sakit, termasuk manajemen, staf administrasi, staf klinis dan nonklinis, dokter praktisi mandiri, representasi pemilik dan anggota Dewan pengawas.

Seluruh staf bertanggung jawab mendukung budaya keselamatan dan menghindari perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan seperti:

1.      Perilaku yang tidak layak (Inappropriate), seperti kata-kata atau bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya mengumpat dan memaki.

2.      Berilaku yang mengganggu (disruptive) antara lain perilaku tidak layak yang dilakukan secara berulang.

3.      Bentuk tindakan verbal atau nonverbal yang membahayakan atau mengintimidasi staf lain, membuat komentar yang sembrono di depan pasien yang berdampak menurunkan kredibilitas staf klinis lain, misalnya berkomentar negatif terhadap tindakan yang dilakukan staf lain didepan pasien.

Bentuk perilaku sembrono yang dapat diminta pertanggungjawabannya dari staf yang melakukannya dengan sengaja antara lain: tidak mau melakukan kebersihan tangan pada five moments, tidak mau melakukan time-out sebelum operasi, dan tidak mau mencatatkan program yang sudah dilakukan kepada pasien.

4.      Perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama, suku termasuk gender; pelecehan seksual.

Saat ini, dirasakan masih adanya budaya menyalahkan orang lain ketika terjadi suatu kesalahan (blaming culture) di rumah sakit, yang pada akhirnya bisa menghambat berjalannya budaya keselamatan. Agar hal ini tidak terjadi, maka pimpinan rumah sakit harus menerapkan perlakuan yang adil (just culture) ketika terjadi kesalahan, dimana ada saatnya staf tidak disalahkan ketika terjadi kesalahan, misalnya pada kondisi:

1.      Komunikasi yang kurang baik antara pasien dan staf.

2.      Perlu pengambilan keputusan secara cepat.

3.      Kekurangan staf dalam pelayanan pasien.

Di sisi lain terdapat kesalahan yang dapat diminta pertanggungjawabannya ketika staf dengan sengaja melakukan perilaku yang tidak diinginkan (perilaku sembrono) misalnya

1.      Tidak mau melakukan kebersihan tangan.

2.      Tidak mau melakukan time-out (jeda) sebelum operasi.

3.      Tidak mau memberi tanda pada lokasi pembedahan.

Rumah sakit harus meminta pertanggungjawaban perilaku yang tidak diinginkan (perilaku sembrono) dan tidak mentoleransinya. Pertanggungjawaban dibedakan atas:

1.    Kesalahan manusia (human error) adalah tindakanyang tidak disengaja yaitu melakukan kegiatan tidaksesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan.

2.   Perilaku berisiko (risk behaviour) adalah perilaku yang dapat meningkatkan risiko (misalnya, mengambil langkah pada suatu proses layanan tanpa berkonsultasi dengan atasan atau tim kerja lainnya yang dapat menimbulkan risiko).

3.   Perilaku sembrono (reckless behavior) adalah perilaku yang secara sengaja mengabaikan risiko yang substansial dan tidak dapat dibenarkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Open chat
1
butuh info?
Selamat Datang di RSUP Dr. Sitanala

ada yang bisa kami bantu?